About Tjokot
(: 'Catatan Singkat & Daftar Karya Tjokot' Ron Puyundatu, Jakarta-Bali, 1977-2008)
I Njoman Tjokot
[1886 - Oktober 1971]
Ayahnya (Ki Getar) berasal dari Sebatu, ibunya (Ni Kinud) dari Jati. Setelah dewasa Tjokot mempersunting Ni Bontak menjadi isterinya. Ni Bontak berasal dari Tegalsuci. Tjokot kemudian menjadi seorang Mangku (yang menguasai Lontar, dan dengan begitu: keagamaan, adat istiadat, obat2an, bangunan, dll…). Kesenimanan Tjokot tak terpisahkan atas panggilan hati nuraninya sebagai seorang Pemangku yangmana karya Tjokot terdapat pula di Pura Desa banjar Jati. Tjokot pertama-tama membuat patung sebagai karya (kerja) yang dipersembahkan kehadirat Sanghyang Widi Wasa – Tuhan Yang Mahaesa. Kepercayaan agama Hindu-Bali menjadi motivasi utama dan cita-cita hidup Tjokot. Sebagai agama kosmos, agama Hindu sangat dekat dengan alam, suatu kompleksitas universe yang harmonis dimana setiap benda – memiliki perannya, dan semuanya saja diberi sajen, mulai dari depan pekarangan, pintu masuk, jendela, bahkan sepeda, motor-mobil; semua saja yang berfungsi dan yang menjaga serta menunjang hidup, apalagi sebuah patung pengejewantahan dewa-dewi, maka semua patung Tjokot diberi sajen.
Tjokot menemukan sendiri gayanya yang asli.
Mengembangkan penafsiran dan tehniknya tanpa kehilangan identitas jatidiri:
· materi, alam, kayu, dan lingkungan
gagasan awalnya bermula dari mengambil akar-akar kayu gintungan yang tergeletak begitu saja di pinggir sungai. Akar-akar kayu yang tidak diperhatikan diabaikan. Alam telah memberi apa yang ada. Akar-akar kayu di pinggir-pinggir sungai diambil lalu dibawa pulang diletakkan di sawah dimakan kutu-kutu air dan semakin membentuk lekuk-lekuk akar/kayunya.
· wangsit & lontar
sebagai pemangku Njoman Tjokot dan Wayan Sawat dapat membaca Lontar, dan mendapatkan wangsit dan inspirasi dari situ. Mitologi Hindu Bali dengan cerita-cerita dari kitab suci Lontar merupakan sumber cerita utama dari semua karya Sawat dan Tjokot.
· tehnik pahat
memahat seapa-adanya, mengikuti lekuk-lekuk kayu akar kayu yang terbentuk sudah terbentuk dari awal asalnya dan dari hasil kerja kutu air, dipahat mengikuti alur sesuai dengan “gambaran” cerita dan watak serta senjatanya. Dapat kita lihat misalnya Tjokot membuat “ sanghyang mentjongol” ( 9muka dan 2 senjata) atau wayan sawat “trisakti” (3 muka dan 2 senjata). Tehnik pahatan ini sangat sederhana yaitu mengikuti alur lekuk kayu yang ada sembari menguak “gambaran” watak/tokoh/dewadewi/binatang yang terbayangkan. Antara bayangan imaji watak/karakter dengan materi bahan yang nyata menjadi sebuah realita baru. Perlu diingat bahwa seperti marmer maka memahat pada kayu hanya sekali dan tak dapat diulang.
Hasil yang terjadi sungguh luar biasa, baik ruang (spatial) 3 dimensi sebuah karya patung nampak gerak dan irama (“Rasa”) & (“Wadag” ) yang mengalir meditatip hening.
Ketenaran Tjokot sungguh kontroversi sekaligus ironis.
Ketika kita melihat sebuah sosok baru patung karya Tjokot atau Sawat, kita sebaiknya sadar bahwa karya patung itu sebenarnya berasal dari akar kayu yang terbalik. Pembalikan ini melengkapi gaya Tjokot.
Gaya penemuan Tjokot umumnya:
· akar kayu yang terbalik
· mengikuti alur akar kayu tanpa sketsa
Gaya penemuan Tjokot umumnya:
· akar kayu yang terbalik
· mengikuti alur akar kayu tanpa sketsa
(artikel lengkap hubungi kami: tjokot@gmail.com)